Kasyfu Syubhat (4)

Kasyfu Syubhat adalah kitab yg Mengungkap Kebathilan Argumen Penentang Tauhid

Syaikh Muhammad bin Abdul wahhab – Rahimahullah- berkata dalam kitab Kasyfu Subhat :

Syubhat itu adalah, bahwasanya mereka ‎mengatakan: “sesungguhnya orang-orang yang Al-‎Qur’an telah turun tentang keadaan mereka, tidak ‎pernah bersaksi, bahwa tidak ada tuhan selain Allah ‎dan mereka mendustakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, mengingkari ‎hari kebangkitan, mendustakan Al-Qur’an dan ‎menganggapnya sebagai sihir, sedangkan kami ‎bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang haq disembah ‎selain Allah dan bahwasanya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam adalah ‎utusan Allah. Kami membenarkan Al Qur’an, beriman ‎dengan adanya hari kebangkitan, melaksanakan shalat ‎dan kami pun melaksanakan puasa, bagaimana kalian ‎menyamakan kami seperti orang-orang musyrik dulu?‎

Sebagai jawaban atas syubhat ini adalah, ‎bahwasanya tidak ada perbedaaan pendapat antara ‎para ulama’, bahwa seseorang jika membenarkan ‎Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam satu hal, dan mendustakan beliau ‎shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hal yang lain, hukumnya adalah kafir, tidak ‎masuk dalam Agama Islam, begitu pula, jika seseorang ‎beriman dengan sebagian isi Al-Qur’an, tetapi ‎mengingkari sebagian yang lain seperti misalnya: ‎seorang mengakui tauhid, tetapi mengingkari ‎kewajiban shalat, atau mengakui tauhid dan mengakui ‎shalat, tetapi mengingkari zakat, ataupun dia ‎mengakui semua itu (tauhid, shalat dan zakat) tetapi ‎mengingkari puasa, atau dia mengakui semua itu, ‎tetapi ia mengingkari haji, maka orang yang semacam ‎itu hukumnya kafir. Dan ketika beberapa orang tidak ‎menunaikan ibadah haji pada zaman Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam maka ‎Allah langsung menurunkan wahyu tentang orang-‎orang itu:‎

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنْ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْ الْعَلَمِي ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia ‎terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup ‎mengadakan perjalanan ke baitullah, barang siapa ‎mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya ‎Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari ‎semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97).‎

Dan barang siapa yang mengakui semua yang ‎tersebut di atas itu, tetapi mengingkari hari ‎kebangkitan, maka hukumnya kafir menurut ijma’ ‎‎(kesepakatan para ulama’) dan darah serta harta ‎bendanya menjadi halal. Sebagaimna firman Allah subahanahu wa ta’ala:

‏ إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَنْ يُفَرِّقُوا بَيْنَ اللَّهِ وَرُسُلِهِ وَيَقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَنْ يَتَّخِذُوا بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلًا ‏

أُوْلَئِكَ هُمْ الْكَافِرُونَ حَقًّا وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَابًا مُهِينًا

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah ‎dan rasul-Nya dan bermaksud membeda-bedakan ‎antara Allah dan Rasul-rasul-Nya (beriman kepada ‎Allah, tidak beriman kepada rasul-rasul-Nya), dengan ‎mengatakan: “kami beriman kepada sebahagian (dari ‎rasu-rasul itu), dan kafir terhadap sebahagian (yang ‎lain), “serta bermaksud (dengan perkataan itu) ‎mangambil jalan antara yang demikian (iman atau ‎kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenarnya. ‎Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir itu ‎siksaan yang menghinakan. (QS. An Nisa’:150-151).‎

Maka, Jika Allah sudah menjelaskan dengan ‎sejelas-jelasnya dalam kitab-Nya, bahwasanya barang ‎siapa beriman kepada sebahagian dari rasul-rasul-Nya ‎dan kafir terhadap sebahagian yang lain, hukumnya ‎adalah kafir yang sebenar-benarnya; dengan demikian ‎hilanglah syubhat tersebut. Dan hal ini yang ‎dituturkan oleh sebagian penduduk Ahsaa’ (nama ‎suatu daerah di wilayah timur saudi arabia, pent) ‎dalam surat yang telah dikirimkan kepada kami[1]

Dikatakan: “apabila kamu sudah mengakui ‎bahwasanya barang siapa yang sudah membenarkan ‎Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam segala urusan, tetapi mengingkari ‎kewajiban shalat maka dia dihukumi kafir, halal ‎darahnya menurut ijma’ (kesepakatan ulama’). ‎Demikian juga, jika dia mengakui semua hal itu ‎kecuali hari kebangkitan, ia mengingkarinya, maka ia ‎dihukum kafir, halal darah dan hartanya. Begitu pula, ‎jika dia mengingkari puasa ramadhan tetapi tidak ‎mengingkari hari kebangkitan maka hukumnya pun ‎kafir. Semua madzhab tidak berselisih dalam hal ini, ‎dan Al-Qur’an pun telah menjelaskan tentang hal itu ‎seperti yang telah kami kemukakan di atas. Maka dari ‎sini, jelaslah bahwasanya “tauhid” itu termasuk fardhu ‎‎(kewajiban) yang terbesar yang dibawa oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam. ‎

Tauhid lebih besar dari ibadah shalat, zakat, puasa ‎dan haji, jika seseorang mengingkari Satu hal dari hal-‎hal itu dihukumi kafir, meskipun dia sudah ‎mengamalkan semua syari’at Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, tepatkah ‎orang yang mengingkari tauhid -yang mana tauhid itu ‎merupakan agama seluruh rasul-rasul- tidak dihukumi ‎kafir? Subhanallah (Maha Suci Allah) Alangkah ‎anehnya kebodohan yang semacam ini (‎ ‎).‎

Dikatakan pula: “mereka para sahabat Rasulullah ‎shalallahu ‘alaihi wasallam telah memerangi bani Hanifah padahal mereka ‎benar-benar sudah masuk Islam bersama Nabi shalallahu ‘alalaihi wasallam ‎mereka bersaksi, bahwa tidak ada tuhan selain Allah ‎dan bahwasanya Nabi muhammad adalah utusan ‎Allah. Dan mereka juga mengerjakan shalat dan azdan. ‎

Maka jika dia mengatakan: “sesungguhnya mereka ‎berkata bahwasanya Musailamah (Al-Kadzadzab) ‎adalah seorang nabi, kami katakan: inilah jawaban ‎yang dicari, yakni jika ada orang yang mengangkat ‎seorang lelaki sederajat dengan Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dihukum kafir, ‎halal harta dan darahnya, dan dua ucapan syahadat ‎dan shalat tidak bermanfaat baginya, bagaimana ‎dengan orang yang mengangkat Syamsan atau Yusuf ‎atau seorang sahabat ataupun seorang Nabi ke derajat ‎yang Maha Menguasai langit dan bumi? Maha suci ‎Allah, betapa agung urusan-Nya.‎

كَذَلِكَ يَطْبَعُ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِ الَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

“Demikianlah Allah mengunci mati hati orang-orang ‎yang tidak (mau) memahami”. (QS. Ar Ruum: 59).‎

Dikatakan pula: “orang-orang yang dibakar oleh ‘Ali ‎Bin Abi Thalib dengan api, mereka semua mengaku ‎dirinya Islam, dan mereka sahabat-sahabat Ali radhiyallahu ‘anhu serta ‎belajar ilmu dari para sahabat, akan tetapi mereka ‎beri’tiqad terhadap Ali, seperti I’tiqad orang terhadap ‎Yusuf dan Syamsan dan orang yang semisal keduanya, ‎maka, bagaimana bisa para sahabat itu sepakat untuk ‎membunuh dan mengkafirkan mereka?‎

Apakah kalian menyangka, bahwasanya para ‎sahabat itu mengkafirkan orang-orang muslim? Atau ‎kalian menyangka bahwa beri’tiqad terhadap suatu ‎taaj (mahkota) dan sejenisnya tidak mengganggu iman ‎sedang beri’tiqad terhadap Ali bin Ali Thalib menjadi ‎kafir?‎

Dikatakan juga: Bani ‘Ubaid Al-Qaddah yang ‎menguasai negeri Maghrib dan Mesir pada zaman bani ‎Al-Abbaas, mereka semua bersaksi, bahwa tiada tuhan ‎selain Allah dan bahwasanya Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ‎adalah utusan Allah. Mereka pun mengaku menganut ‎Islam dan melaksanakan shalat Jum’at dan shalat ‎berjamaah, akan tetapi tatkala mereka ‎memperlihatkan perlawanan terhadap syariah dalam ‎beberapa hal yang tidak sebesar apa yang mereka ‎tentang pada zaman kita ini, para ulama’ pun sepakat ‎untuk mengkafirkan mereka. Dan difatwakan bahwa ‎negeri mereka adalah negeri “Dar Harb” yang harus di ‎pererangi. Lalu, kaum muslimin memerangi mereka ‎sampai kaum muslimin dapat membebaskan negeri ‎orang-orang Islam yang berada dalam cengkraman ‎mereka.‎

Dikatakan juga: “jika orang-orang dulu tidak kafir ‎melainkan lantaran mereka hanya memadukan antara ‎syirik dan mendustakan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan Al-Qur’an ‎serta mengingkari hari kebangkitan dan yang lainnya. ‎Maka apalah artinya bab yang di sebut oleh Para ‎ulama’ seluruh madzhab: “bab hukum orang murtad”. ‎Yaitu yang tak lain adalah orang muslim yang menjadi ‎kafir sesudah dirinya Islam. Kemudian para ulama’ ‎menyebutkan beberapa macam murtad. Setiap macam ‎dari macam-macam murtad itu dihukumi kafir dan ‎dijadikan darah dan harta bendanya itu halal. Sampai-‎sampai para ulama’ itu menyebutkan hal-hal yang ‎gampang terjadi dan dilakukan orang. Seperti; ‎seseorang yang menyebut sesuatu kalimat dengan ‎lisannya, tanpa ada keyakinan dalam hatinya ataupun ‎menyebut suatu kalimat dengan bercanda dan main-‎main.‎

‎ Dan dikatakan pula: orang-orang yang Allah ‎katakan tentang mereka:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

‎“Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah ‎dengan nama Allah, bahwa mereka tidak mengatakan ‎‎(sesuatu yang menyakitimu), Sesungguhnya mereka ‎telah mengucapkan perkataan kekafiran dan telah ‎menjadi kafir sesudah islam”. ( QS. At Taubah: 74).‎

Apakah kamu tidak mendengar, bahwasanya Allah ‎telah mengkafirkan mereka hanya karena mereka ‎mengucapkan satu kalimat? padahal semasa ‎Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mereka berjihad bersama beliau shalallahu ‘alaihi wasallam. ‎Mengerjakan shalat bersama beliau, berzakat, ‎menunaikan ibadah haji dan mentauhidkan Allah.‎

‎ Demikian pula, orang-orang yang Allah katakan ‎tentang mereka:‎

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏

‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ ‏ قُلْ أبِاللَّهِ وَءايَتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءونَ ‏ ‏ ‏ ‏

لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَنِكُمْ ‏‎ ‎‏ ‏

“Katakanlah: “Apakah kepada Allah, ayat-ayat-Nya ‎dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” tidak usah ‎kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman”. ‎‎(QS. At-Taubah: 65-66).‎

Allah subahanahu wa ta’ala telah menerangkan dan menjelaskan ‎dengan sejelas-jelasnya, bahwasanya mereka itu kafir ‎sesudah beriman, padahal mereka ikut bersama ‎rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam perang Tabuk, mereka telah ‎mengucapkan satu kalimat kekafiran, meski mereka ‎katakan bahwa mereka mengucapkan kalimat itu atas ‎dasar gurau belaka.
-------------------------------------------------------------------------------------
[1] Dahulu daerah Ahsa’ pada zaman syaikh, terdapat banyak Ulama-ulama’ dari berbagai madzhab, sebagian dari ulama itu keras kepala menentang dan sebagian yang lain diberi hidayah oleh Allah, lalu mengikuti kebenaran dan petunjuk karena taufiq Allah.

Sumber : Muwahiid



Baca juga yang ini....

No comments:

Post a Comment

JANGAN LUPA TINGGALKAN KOMENTAR..
DAN JANGAN KIRIM SPAM..!!!!